Penjualan produk kondom dan perlengkapan kegiatan seks lainnya di Cina mengalami peningkatan sebesar 8,8% di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi. Peningkatan ini diakui oleh produsen merek kondom terkemuka, Durex, yang merupakan bagian dari perusahaan Reckitt.

Dalam laporan keuangannya, perusahaan asal Inggris ini mengumumkan peningkatan pendapatan sebesar 8,8% dibandingkan periode sebelumnya. Peningkatan ini sebagian besar dipicu oleh pertumbuhan merek ‘Intimate Wellness’, pelumas K-Y dengan peningkatan kinerja yang signifikan.

CEO Reckitt Nicandro Durante mengatakan peningkatan tersebut terjadi karena Reckitt meluncurkan produk kondom dengan bahan yang baru. Selain itu, ia mengatakan di Cina lebih menikmati kehidupan malamnya.

“Meskipun pemulihan sedikit lebih lambat di China secara keseluruhan, penjualan produk kesehatan intim lebih tinggi. Ini disebabkan pertama Reckitt meluncurkan inovasi seperti bahan baru untuk kondom, dan kedua, orang menikmati kehidupan malam,” ujarnya seperti dikutip CNBC Indonesia, Minggu (27/07).

Reckitt bahkan telah mendirikan fasilitas produksi baru di Taicang, Tiongkok, yang khusus memproduksi kondom poliuretan Durex yang paling tipis yang pernah ada, untuk memenuhi permintaan pasar di Tiongkok. 

Selain itu, mereka juga merencanakan konstruksi kedua dari proyek Durex dengan fasilitas baru yang dijadwalkan mulai beroperasi pada Januari 2026, seperti yang diumumkan di situs website Reckitt.

Baca Berita Lainnya: Rusia Blokir Ekspor Gandum Ukraina, Perdagangan Global Terganggu

Pertumbuhan Ekonomi Cina Melambat

Laporan ini dirilis ketika Cina melaporkan data ekonomi yang tidak sesuai dengan ekspektasi. Data ekonomi bulan ini mengindikasikan bahwa lonjakan pertumbuhan pasca-pandemi telah melambat secara signifikan yang mendorong harapan bahwa pemerintah perlu mengambil langkah-langkah stimulus tambahan untuk mendorong aktivitas ekonomi dan memulihkan kepercayaan konsumen yang goyah.

Bahkan raksasa produsen barang konsumen, Unilever, mengungkapkan bahwa penurunan pasar properti dan ekspor Cina telah menyebabkan sentimen konsumennya mencapai titik terendah dalam sejarah.

IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Tiongkok sekitar 5,2% untuk tahun 2023 dan 4,5% untuk tahun 2024. Namun, mengingat Cina baru saja keluar dari dampak besar-besaran pandemi COVID-19 pada akhir tahun sebelumnya, potensi pertumbuhan yang lebih tinggi tampaknya telah berkurang.

JFA/EFR

Referensi: CNBC Indonesia