Anak usaha Adaro Energy Indonesia (ADRO), PT Adaro Power, mengatakan bahwa perusahaan memiliki sejumlah kendala untuk mengembangkan proyek hilirisasi batubara menjadi dimethyl ether (DME). PT Adaro Power tidak akan terburu buru masuk ke bisnis DME dan mengalihkan fokusnya kepada rantai pasok solar photovoltaic (PV).
Dalam acara Bisnis Indonesia Green Economy Forum 2023, Direktur Utama PT Adaro Power Dharma Djojonegoro mengatakan bahwa kendala pengembangan DME yang pertama adalah pembiayaan. Dia menyebut bahwa tingkat emisi karbon proyek DME tidak rendah karena masih memakai batubara sehingga akan sulit mencari sumber pendanaan untuk proyek ini.
Kendala berikutnya adalah aspek komersial, di mana produk DME memiliki posisi sebagai substitusi liquefied petroleum gas (LPG) yang memiliki pasar spesifik. Hal ini menyebabkan PT Adaro Power kesulitan dalam mencari mitra untuk membangun fasilitas yang memakan biaya besar, sementara harga LPG sendiri tidak se-likuid pasar lain.
Berita Menarik Lainnya: CEO TikTok Temui Mendag RI, Sebut Bakal Investasi Miliaran Dolar
Oleh karena itu, grup ADRO lebih memilih untuk mengembangkan rantai pasok solar PV. Head of Corporate Communications ADRO, Febriati Nadira, mengatakan bahwa saat ini pihaknya tengah berdiskusi dengan manufaktur panel surya dan baterai untuk membangun pabrik di Indonesia. Selain itu, pihaknya juga telah berdiskusi dengan calon offtaker di Singapura.
Dharma sendiri mengatakan bahwa PT Adaro Power berencana mengembangkan solar PV dan battery energy storage system (BESS) di Batam, Kepulauan Riau. Sebagian listrik yang dihasilkan akan diekspor ke Singapura.
Berdasarkan presentasi ADRO pada Mei 2023, perseroan saat ini tengah membangun fasilitas solar PV dan BESS di Kelanis, Kalimantan Tengah. Rencananya, fasilitas ini akan memiliki kapasitas terpasang solar PV sebesar 8 MWp dan BESS sebesar 4 MWh.
Implikasi : 11 Perusahaan Nyatakan Komitmen Hilirisasi Batubara
TU Research Analyst melihat berdasarkan data Kementerian ESDM, saat ini ada 11 perusahaan tambang yang telah menyatakan komitmen untuk mengembangkan proyek hilirisasi batubara. Beberapa di antaranya adalah Bukit Asam (PTBA), serta 2 perusahaan di bawah Bumi Resources (BUMI), yakni PT Kaltim Prima Coal dan PT Arutmin Indonesia.
Namun, pengembangan DME di Indonesia terkendala oleh sulitnya perusahaan lokal untuk mencari mitra yang memiliki kemampuan memadai baik secara finansial maupun teknologi. Pada Maret 2023, misalnya, perusahaan gas asal AS, Air Products and Chemicals Inc., menyatakan mundur dari proyek hilirisasi batu bara yang rencananya dikerjakan bersama PTBA dan PT Kaltim Prima Coal lantaran belum terdapat kesepakatan atas skema bisnis, aspek keekonomian, dan hal-hal lainnya.
Di sisi lain, pemerintah saat ini kami lihat tengah membahas rancangan peraturan presiden (perpres) terkait percepatan program DME, yang diharapkan dapat membantu keekonomian proyek gasifikasi batubara tersebut ke depannya.
WDN/RMK/EFR
Referensi: Bisnis.com