Amerika Serikat (AS) dikabarkan terancam bangkrut setelah utang-utangnya membengkak hingga puluhan triliun dollar. Diketahui hingga saat ini utang Negeri Paman Sam tersebut sudah menyentuh level US$31,4 triliun atau setara Rp460 ribu triliun. Angka ini sudah menyentuh ambang batas maksimal alias debt ceiling utang yang telah diatur oleh pemerintahnya sebesar US$31,4 triliun.

Menurut US Department of Treasury, sejak tahun 1960, ambang batas maksimal utang AS telah diubah hingga 78 kali. Presiden dari Partai Republik jadi yang terbanyak menaikkan ambang batas tersebut hingga 49 kali, sementara Partai Demokrat hanya 29 kali. Ancaman kebangkrutan tersebut bukan hal main-main, pasalnya utang tersebut bisa membawa AS jatuh ke jurang resesi.

Hingga saat ini, Kamis (25/05), pemerintah dan anggota parlemen masih belum menemui kesepakatan untuk menaikkan ambang batas maksimal utang tersebut. Apabila negosiasi ini masih menemui jalan buntu, 7,8 juta orang akan kehilangan pekerjaannya dan angka pengangguran akan tembus 8%. Tak hanya itu, pasar saham juga bakal kebakaran jenggot karena investor berpotensi menarik dananya hingga US$10 triliun.

Sebagai perbandingan, utang Amerika Serikat terbilang cukup tinggi dibandingkan negara lain termasuk Indonesia. Misalnya Jepang, walau rasio utang dengan produk domestik brutonya sudah kelewat batas angkanya masih berkisar di US$9,8 triliun atau setara Rp146 ribu triliun. Indonesia sendiri masih terbilang ‘sedikit’ dengan utang Rp7.849 triliun.

Utang AS, Jepang, dan Indonesia

Menurut IMF Global Debt Monitor 2022, rasio utang atau debt-to-GDP ratio Jepang dan Amerika Serikat jadi yang tertinggi di dunia. Rasio utang Negeri Sakura sudah menyentuh 263%, sedangkan Amerika Serikat 128%.

Sementara Indonesia masih berada di posisi 39,93% atau masih rendah dibandingkan amanat Undang-undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yakni 60% dari total GDP Indonesia. Bahkan, utang Indonesia masih di bawah rata-rata utang negara berkembang di seluruh dunia yang tercatat berada di posisi rasio 64%.

Implikasi: Utang AS Bakal Berdampak Besar ke Dunia?

TU Research sendiri melihat bahwa Pemerintah AS berpotensi gagal membayar (default) utangnya pada 1 Juni 2023. Hal ini kami nilai tidak akan hanya berdampak pada pasar domestik AS, tetapi juga pada skala dunia yang di antaranya berisiko memicu krisis keuangan global.

Utang Amerika Serikat kami lihat sempat menembus US$ 31 triliun atau sekitar Rp 460 ribu triliun (kurs Rp 14.900/US$) pada Oktober tahun lalu.

jumlah utang Negara Adikuasa sendiri Dari tahun ke tahun memang terus meningkat, hal tersebut salah satu hal yang jadi penyebabnya kami lihat di sebekan oleh defisit fiskal yang terus membengkak, dan semakin terakselerasi memasuki abad 21.

Akibat terus membengkak, masalah pagu utang berulang kali terjadi di Amerika Serikat. Perdebatan masalah ini pun kerap terjadi di Parlemen di AS (Kongres). Kali terakhir pagu ini dinaikkan pada Desember 2021 sebesar US$ 2,5 triliun menjadi US$ 31,4 triliun.

dampak dari pembekakan utang tersebut AS kami lihat akan kembali menaikan rasio uangnya setelah yang ke sekian kalinya di naikan, meski begitu kami lihat langkah tersebut tidak mudah untuk dilakukan oleh US di karena terlebih karena perbedaan antara  antara pihak parlemen dan pihak pemerintah US itu sendiri

Jika hal debt ceiling kembali dinaikkan maka kami nilai akan berdampak ke potensi kenaikan suku buku US (Fed Rate) yang akan lebih masif dilakukan, dan jika hal tersebut terjadi salah satu dampak ke negara negara lainya adalah penguatan pada nilai tukar mata uang US akibat terjadinya Capital Outflow yang kuat.

Baca juga: Toko Buku Gunung Agung Tutup, 350 Karyawan Kena PHK

What To Do: Indonesia Perlu Mawas Diri

TU Research menilai Kegagalan Amerika Serikat atau AS dalam membayar utangnya berpotensi memicu krisis keuangan global. Indonesia kami nilai juga perlu mewaspadai hal tersebut meski tingkat ketergantungan terhadap AS cukup rendah Sebab, tingkat ketergantungan (dependensi) Indonesia terhadap AS dari sektor perdagangan tergolong kecil.

Hal ini antara lain tercermin dalam data perdagangan per Januari-Maret 2023 di mana ekspor non-migas Indonesia ke AS mencakup 9,22 persen dengan tingkat impor 4,79 persen. sehingga kami nilai dampak krisis dianggap mungkin tidak terlalu signifikan bagi indonesia. Meski begitu, Sejumlah langkah antisipasi kami nilai perlu diambil untuk mencegah dampak ekonomi yang semakin parah.

Baca juga: Singaraja Putra (SINI) Caplok Bisnis Batu Bara Rp899 M

ekonomi global sendiri kami nilai salah satu dipengaruhi faktor geopolitik, ekonomi AS, serta ekonomi China dan Uni Eropa. Potensi gagal bayar utang merupakan salah satu hal yang dapat mempengaruhi ekonomi global dan beberapa negara yang memiliki track record perdagangan yang tinggi dengan US 

selain itu dampak dari potensi gagal bayar utang US juga kami lihat akan merembet dan berpengaruh besar bagi sektor sektor keuangan di karenakan, Gejolak pada arus modal keluar (capital outflow) dapat berdampak ke kebijakan moneter Indonesia melalui nilai tukar yang berujung mempengaruhi suku bunga acuan.

Sementara dalam kebijakan fiskal, pengaruhnya terlihat pada peningkatan imbal hasil surat berharga negara. Hal itu kami nilai akan membuat biaya yang dibayarkan pemerintah menjadi kian mahal dan menyebabkan kenaikan cicilan dan pokok utang.

Cari tahu insight lebih lengkap tentang perkembangan ekonomi dan lainnya di aplikasi Ternak Uang sekarang juga!

Belum jadi member? Pakai kode promo TUBLOG buat dapetin Diskon Khusus 15% untuk Membership TU Premium!

Ternak Uang Team

WDN/RMK/EFR