Pernah mendengar konsep banking education atau biasa disebut pendidikan gaya bank? Well, istilah ini memang jarang terdengar tapi jika kamu tahu konsepnya maka kamu akan terasa familier dengan hal tersebut.
Kita sepakat ya bahwa pendidikan adalah salah satu kunci dari kemajuan suatu bangsa. Pendidikan yang baik secara langsung menghasilkan generasi yang baik, pun sebaliknya.
Di UU No. 20 tahun 2003 menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana dalam mewujudkan suasana belajar dan kegiatan pembelajaran supaya siswa secara aktif dapat mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang dibutuhkan oleh dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Sayangnya, proses pembelajaran yang berlangsung selama ini belum bisa mewujudkan apa yang tertuang dalam undang-undang tersebut.
Mengapa demikian?
Baca juga: 5 Tempat Belajar Crypto yang Ramah Bagi Pemula
Lembaga pendidikan yang ada di Indonesia cenderung mengarahkan peserta didik pada nilai-nilai kognitif. Padahal, di undang-undang tersebut, tujuan pendidikan adalah menciptakan peserta didik yang unggul tak hanya nilai kognitif saja namun efektif dan psikomotorik.
Lebih lanjut lagi, proses belajar-mengajar di berbagai sekolah di negara kita masih berfokus kepada pendidik. Di mana pendidik menyampaikan materi pelajaran ke peserta didik kemudian mereka diminta untuk bisa menerima, menghafal dan mengulangi materi yang mereka belajar.
Konsep pembelajaran yang terjadi selama ini tidak memedulikan bagaimana peserta didik menjadi dewasa dalam pemikiran juga berpikir kritis dan kreatif. Pendidikan dengan metode tersebut oleh seorang tokoh pendidikan internasional asal Brasil, Paulo Freire, menyebut dengan istilah banking education atau pendidikan gaya bank.

Memahami Banking Education, Konsep Pendidikan yang Ternyata Sudah Dianut Selama Ini
Paulo Freire dalam bukunya yang berjudul Pedagogy of Oppressed menyebutkan bahwa pendidikan pada akhirnya menjadi kegiatan menabung, di mana peserta didik adalah sebuah celengan dan pendidik adalah penabungnya. Oleh Freire kemudian menyebut konsep ini sebagai banking education.
Di proses pembelajaran dengan konsep ini yang terjadi bukanlah bentuk komunikasi, melainkan pendidik hanya menyampaikan materi seperti mengisi tabungan. Sedangkan peserta didik menerima, mesti menghafal, lalu mengulangnya secara terus menerus.
Banking concept education tidak terlalu peduli akan proses pendewasaan pemikiran dari peserta didik dan juga tidak mampu mengkritisi realita sosial yang terjadi di lingkungan sekitar. Di konsep banking education, pengetahuan layaknya sebuah warisan dari seorang yang berpengetahuan dan diberikan pada seseorang yang tidak memiliki pengetahuan.
Di halaman 73 dari buku yang ditulisnya Pedagogy of the Oppressed, Freire mendefinisikan konsep banking education ke dalam sepuluh poin, antara lain:
- Guru mengajar sementara murid diajar
- Guru mengetahui segala sesuatu sedangkan murid tidak tahu apa pun
- Guru berpikir, murid dipikirkan
- Guru menentukan peraturan-peraturan sementara murid diatur
- Guru bercerita, murid akan patuh mendengarkan
- Guru berbuat, murid akan membayangkan dirinya itu melalui apa yang dilakukan gurunya
- Guru memaksakan pilihannya sedangkan murid menyetujui
- Guru mencampuradukkan atas kewenangan ilmu pengetahuan dan jabatan di mana ini dilakukan untuk menghalangi kebebasan murid
- Guru yang memilih materi pelajaran sedangkan murid mesti menyesuaikan diri dengan pelajaran tersebut
- Guru di sini sebagai subjek dalam proses belajar, sementara murid menjadi objek saja
Apakah Sekolah-sekolah di Indonesia Menerapkan Banking Education?
Tidak dipungkiri bahwa masih bisa dijumpai sekolah-sekolah yang menganut konsep ini. Contohnya, peserta didik diberikan materi, lalu diminta membaca, mencoba memahami sendiri, dan mengerjakan soal.
Kondisi seperti ini makin diperburuk oleh pandemi yang kita alami. Di sini, pola komunikasi menjadi terbatas karena kurangnya keterampilan pendidik dalam beradaptasi dengan teknologi. Akhirnya, pendidik hanya memberikan tugas, tanpa ada diskusi dan murid harus menyelesaikan tepat waktu.
Baca juga: 7 Tips Belajar Investasi Terbaik untuk Pemula
Jadi, tidak mengherankan apabila konsep banking education melahirkan keseragaman berpikir bagi peserta didik, menciptakan generasi yang pandai menghafal, patuh tanpa adanya penalaran. Hal-hal tersebut adalah konsekuensi dari pendidik sebagai sumber pengetahuan dan murid menjadi penerima pasif.
7 Pro dan Kontra tentang Banking Education
Konsep ini tentunya menuai pro dan kontra di kalangan pendidik selama ini. Apa saja pro dan kontra dari banking education? Yuk, disimak.
Pro
Kontrol dari pendidik
Walaupun banyak yang menganggap konsep ini sebagai praktik pedagogi yang buruk, namun sebagian besar pendidik merasakan manfaatnya ketika menghadapi kelas yang peserta didiknya memiliki perilaku buruk. Di konsep ini, pendidik adalah figur dengan otoritas tertinggi dan bisa mengatur kelasnya dalam mencegah terjadinya perbedaan pendapat yang berujung pertengkaran.
Reproduksi nilai dan budaya
Nilai-nilai tradisional di mana sudah teruji dari waktu ke waktu yang tidak bisa ditanyakan ternyata bisa diajarkan dengan konsep ini. Di mana hal tersebut bisa didiskusikan di ruang kelas tanpa mengubah tradisi
Instruksi langsung ternyata diperlukan
Ada beberapa kasus di mana instruksi langsung atau mengatakan pada peserta didik bagaimana cara melakukannya, itu diperlukan. Misalnya jika terjadi kebakaran, ini adalah topik yang tidak bisa dipelajari melalui pendekatan trial dan eror. Sudah ada instruksi khusus untuk menangani masalah ini, dan pendidik memang sebaiknya menyampaikan langsung, peserta didik mengingat agar jika terjadi kebakaran maka mereka tahu apa yang harus dilakukan.
Masih ada peserta didik yang menghargai struktur
Setiap peserta didik memiliki gaya belajar yang berbeda-beda. Sebagian dari mereka bisa saja lebih menyukai belajar dengan metode diajarkan langsung, diberikan materi dan mengerjakan soal. Karena mereka memilih mendapatkan informasi secara langsung, jelas dan tanpa ambiguitas.

Kontra
Kurangnya daya berpikir kritis
Saat pendidik mengharapkan peserta didiknya untuk bisa menerima apa yang disampaikan sebagai sebuah kebenaran yang tidak perlu dipertanyakan lagi, di sinilah letak tidak adanya ruang bagi murid untuk berpikir kritis atas informasi yang disampaikan.
Peserta didik tidak diberikan ruang untuk melatih keterampilan berpikir kritis sehingga menyebabkan mereka kaku dalam berpikir, kaku dan tidak bisa mengambil keputusan yang tepat.
Tidak ada kreativitas
Ketika peserta didik tidak diberikan kesempatan untuk berpikir kritis, maka mereka akan sulit mengembangkan keterampilan berpikir secara kreatif dan memecahkan masalah. Freire mengatakan, “Pendidikan gaya bank membius dan menghambat daya kreativitas.”
Ketidakseimbangan otoritas
Di banking education, kekuasaan tetap berada di tangan pendidik dan murid tidak diberikan kesempatan untuk mempertanyakan otoritas tersebut. Di sini Freire berpendapat murid di sekolah diajarkan untuk menerima posisi mereka menjadi yang ‘terendah’ bahkan di dunia sekalipun.
Sejatinya, sistem pendidikan itu sebaiknya membebaskan. Di mana sistem ini berorientasi pada nilai humanisme di mana memposisikan manusia sesuai dengan kemuliaannya sebagai manusia. Yang artinya, menempatkan peserta didik sebagai subjek. Karena pendidikan itu tujuannya untuk kepentingan manusia bukan manusia untuk menjadi kepentingan pendidikan.
Baca juga: 7 Tip Belajar Saham Terbaik untuk Pemula
Di awal tahun 2020, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Indonesia, Nadiem Makarim, menggagas konsep Merdeka Belajar. Ini seperti oase untuk mendobrak tatanan konsep banking education yang selama ini membelenggu pendidikan kita. Semoga ke depannya Merdeka Belajar ini bisa membawa pembaharuan bagi pendidikan dan menciptakan generasi yang memiliki daya kreativitas tinggi juga bisa berpikir kritis.
Seperti halnya kita yang harus merdeka finansial, agar ke depannya kita dapat hidup dengan lebih baik tanpa harus khawatir terjadi kesulitan atau masalah keuangan. Memangnya bisa? Bisa dong.
Let’s become financially independent dengan membership Ternak Uang selama 1 tahun! Learn, practice, one step at a time. Dengan menjadi member, kamu bisa mendapatkan 365 hari penuh untuk belajar berbagai tahapan menuju merdeka finansial. Termasuk di dalamnya boleh ikut di 100 sessions belajar keuangan bersama speakers yang sudah ahli di bidangnya, dan 2 big events! Tunggu apa lagi? Klik saja tombol di bawah ini, dan ikuti step by step-nya ya!