Memasuki dunia investasi saham, kamu akan terbiasa mendengar istilah auto rejection, yaitu ARA saham, atau ARB saham. Biasanya, istilah tersebut digunakan saat trader atau investor mengekspresikan kondisi saham tertentu seperti, “Waduh, sahamnya ARB!” Atau, “Saham koleksi gw ARA, cuy!” dan lainnya.
Pernyataan itu mungkin hal yang biasa diucapkan investor maupun trader yang sudah lama berkecimpung di dunia investasi saham. Namun, bagi kamu yang masih pemula tentunya ini masih terdengar asing. Lalu, apa sih sebenarnya ARA atau ARB saham ini?
Singkatnya, ARA adalah kependekan dari Auto Rejection Atas sedangkan ARB merupakan Auto Rejection Bawah. Nah, sebelumnya yuk simak penjelasan terkait Auto Rejection.

Apa itu Auto Rejection?
Dalam dunia investasi, auto rejection dikenal sebagai batasan minimum dan maksimum kenaikan maupun penurunan harga saham dalam satu hari pada perdagangan bursa.
Sistem bursa, terutama yang berlaku di Bursa Efek Indonesia atau Jakarta Automated Trading System (JATS), memiliki mekanismenya tersendiri. JATS akan otomatis menolak jika penawaran jual atau beli harga saham lebih dari batasan harga yang ditentukan Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Simpelnya, perdagangan saham emiten tersebut akan dihentikan, jika kenaikan atau penurunan mencapai batas yang sudah ditentukan. Dengan demikian, harga saham akan tertahan. Tidak meluncur turun semakin deras, pun nggak terbang sampai bulan.
Contohnya begini.
Apabila harga saham GHJK mengalami kenaikan yang melampaui batas persentase atas BEI, maka saham tersebut terkena ARA. Sebaliknya, jika harga turun melewati batas bawah yang ditentukan maka akan kena ARB saham.
Lalu apa artinya masing-masing?

Auto Rejection Atas (ARA)
Seperti yang sudah diketahui sebelumnya, di bursa, nilai saham akan selalu bergerak. Entah itu naik, turun, atau tidak bergerak sama sekali dalam satu hari perdagangan.
Setiap kenaikan harga saham dalam satu hari memiliki batasan yang disebut sebagai ARA. Batasan ini disebutkan dalam bentuk persentase dan diatur dalam JATS NEXT-G.
Adapun ketentuan ARA yang telah ditetapkan dalam Keputusan Direksi Bursa Efek Indonesia Nomor Kep-00023/BEI/03-2020 sebagai berikut:
Harga Acuan | Auto Rejection Atas |
Rp50 s/d Rp200 | >35% |
>Rp200 s/ Rp 5000 | >25% |
>Rp 5000 | >20% |
Bagi saham yang pertama kali diperdagangkan dalam BEI biasanya bisa mendapatkan batas yang dua kali lebih besar. Umumnya, saham yang baru IPO (penawaran umum perdana) melonjak berkali-kali lipat di hari perdana perdagangan.
Saham dapat naik dan menyentuh batas ARA jika saham terkena sentimen tertentu, misalnya seperti merger atau akuisisi. Biasanya sih terjadi pada saham yang memiliki kapitalisasi pasar menengah dan kecil.
Saham yang mencapai ARA memperlihatkan peluang instrumen saham untuk mendapatkan keuntungan yang cepat. Namun, perlu diingat bahwa ARA tidak dapat diprediksi oleh pelaku pasar. Investor harus memahami risiko yang bisa terjadi dalam investasi saham.
Auto Reject Bawah (ARB)
Berkebalikan dengan ARA, ARB saham adalah batas yang berlaku untuk penurunan harga saham dalam satu hari. Ini terjadi biasanya karena berbagai sebab. Salah satunya ketika tidak ada order antrial beli (bid) saham.
Manajemen BEI mengubah ketentuan ARB saham sejak pandemi melanda. Sebelumnya ditentukan sebesar 20%-35%, tetapi kini menjadi 10%. Tak lama kemudian, angka tersebut dirasa masih tidak cukup, sehingga BEI kembali mengubah batas ARB saham hingga 7%.

Mengapa Perlu Ada ARA dan ARB Saham?
Walaupun terkesan negatif lantaran ada istilah ‘rejection’, tetapi sebenarnuya penerapan batasan ini digunakan demi menjaga kesejahteraan investor saham.
Yes, auto rejection digunakan sebagai mekanisme untuk melindungi investor. Dengan adanya penerapan batasan ini, BEI berharap bisa mengendalikan harga saham agar penurunannya tidak terlalu drastis, sehingga kerugian investor masih manage-able. Iya, rugi. Tapi tak terbanting terlalu sakit.
Begitu juga dengan penerapan ARA, yang digunakan untuk memantau kenaikan saham secara brutal agar tidak dimanfaatkan pihak tertentu untuk keuntungan mereka sendiri.
Selain itu, perdagangan saham bisa bergerak dengan lebih sehat, normal dan terpantau. Investor dapat mempertimbangkan terkait kondisi saham untuk tetap hold atau tidak.

Belajar Analisis ARA dan ARB Saham
Nah, sebagai investor jika kamu sering menemukan saham yang kena ARA atau ARB, jangan panik. Yang perlu kamu lakukan adalah menganalisis kondisi tersebut.
Ingat, jangan tergiur keuntungan yang cepat menghasilkan saja. Perhatikan saham yang sering masuk ARA dan pergerakan harga yang murah karena ARB saham.
Pahami setiap faktor yang berpengaruh
Penurunan dan kenaikan harga saham tentunya sering dipicu oleh beberapa faktor. Entah itu karena saham sentimen atau saham yang kurang likuid yang menyebabkan harga mudah turun dan naik.
Cari sebabnya, mengapa saham tertentu—yang kamu incar atau kamu koleksi—naik atau turun secara drastis.
Pompom saham
Hindari hasutan dan ajakan orang lain yang meminta kamu menggerakkan suatu saham pada waktu tertentu.
Pemula hindari saham auto rejection
Saham yang sering kena ARA dan ARB biasanya berubah dengan cepat. Entah itu dalam hitungan jam, menit, atau bahkan detik.
Jika kamu masih pemula, ada baiknya hindari saja ambil risiko yang terlalu tinggi. Terutama pada saham auto reject. Terlebih jika saham tersebut tidak likuid.
Nah, bagaimana? Apakah benar-benar sudah yakin untuk terjun ke dunia investasi saham? Kuncinya kamu harus mempelajari seluk beluk investasi, termasuk segala istilah yang ada di lingkup ini, termasuk ARA dan ARB saham, dan mengerti bagaimana mekanismenya.
Semoga bermanfaat.