Dalam investasi, ada prinsip belilah produk yang kamu ketahui, dan pahamilah produk yang kamu beli. Prinsip ini juga berlaku dalam investasi saham, yang kemudian bisa dilakukan dengan analisis fundamental.
Prinsip ini mengajarkan kita untuk menghindari produk investasi yang tak kita kenali, yang akan membuat kita tak bisa membuat perkiraan nilainya dengan pasti. Hal yang sama juga berlaku dalam investasi saham. Prinsip inilah yang kemudian mendasari analisis fundamental, yang akan mempelajari segala hal tentang kondisi perusahaan secara menyeluruh.

Mengapa Wajib Belajar Analisis Fundamental?
Sebenarnya, analisis ini bukanlah satu-satunya teknik yang bisa kita lakukan agar bisa memilih saham yang tepat. Tetapi, analisis fundamental biasanya memang dipakai oleh para investor yang fokus terhadap value dari saham itu sendiri, dan ingin mengoleksinya dalam jangka waktu yang cukup panjang. Dengan demikian, diharapkan aset bisa bertambah seiring waktu.
Ibaratnya, ketika kita hendak membeli handphone, kita harus tahu spesifikasinya, termasuk fitur-fitur yang ada, juga reputasi si pabrik pembuatnya. Kalau memang reputasinya sudah baik, maka ketika mereka meluncurkan produk baru, kita juga akan langsung percaya bahwa produknya pasti juga berkualitas.
Atau, ketika kita hendak membeli sapi. Mulai dari kepadatan otot, bobot, bentuk badan, hingga kesehatannya akan menjadi faktor penentu layak tidaknya sapi tersebut kita beli.
Jadi mengapa wajib dipelajari? Karena dengan menggunakan analisis ini, kita bisa memilih saham dari perusahaan terbaik, yang nantinya akan memberikan prospek keuntungan yang optimal. Ingat, bahwa Warren Buffett saja pernah bersabda, “Membeli saham artinya kita membeli bisnis”. Karena itu, kita harus memastikan bahwa bisnisnya memang sangat layak untuk kita miliki dengan memastikannya bertumbuh dan memberikan keuntungan ke depannya.

Rasio-Rasio yang Ada dalam Analisis Fundamental
Karena akan dikoleksi dalam jangka waktu yang panjang, maka kita harus yakin bahwa saham yang kita beli memang memiliki harga yang wajar (fair price).
Dalam analisis fundamental, harga saham yang wajar dapat diketahui dengan cara mencermati data keuangan perusahaan yang ada; dengan memanfaatkan laporan keuangan yang menjadi gambaran besarnya.
Dalam hal ini, setidaknya ada 6 rasio keuangan yang harus kita cermati saat melakukan analisis fundamental, agar kemudian kita bisa mengetahui suatu saham layak dikoleksi dalam jangka waktu yang lama, atau tidak.
Earning Per Share (EPS)
Artinya laba bersih per lembar saham. Jika nilainya 100, maka artinya setiap lembar sahamnya dapat menghasilkan keuntungan sampai Rp100.
Rumus menghitung EPS:
Jumlah laba bersih : jumlah lembar saham yang beredar
Saham perusahaan seperti apa yang bagus secara EPS? Adalah saham dengan EPS yang terus mengalami tren positif, bertumbuh terus dari waktu ke waktu, yang menandakan pertumbuhan perusahaan yang baik. Dengan begitu, artinya penjualan dan keuntungan perusahaan naik terus.
EPS yang turun menandakan penurunan penjualan dan keuntungan yang didapat.
Price to Earning Ratio (PER)
Adalah rasio yang menggambarkan laba yang dapat diperoleh dibandingkan terhadap harga saham. Angka PER akan menunjukkan berapa lama waktu yang diperlukan untuk mengembalikan modal investasi yang sudah dilakukan terhadap suatu saham.
Rumus menghitung PER:
Harga saham : laba per lembar saham (EPS)
Jika ada saham dengan harga Rp100 dan EPS Rp20 per tahun, artinya saham tersebut memiliki PER sebesar 100 : 20 = 5x. Artinya, dalam analisis fundamental, tanpa pertumbuhan ataupun penyusutan, akan butuh waktu 5 tahun bagi kita untuk balik modal jika membeli saham tersebut.
Saham akan dianggap bagus jika memiliki PER lebih rendah daripada rata-rata dalam industrinya. Karena itu, kita harus membandingkannya dengan bisnis sejenis dalam satu industri. Misalnya, kamu hendak mengetahui sebuah saham customer goods layak dikoleksi atau tidak, maka bandingkanlah dengan kompetitornya dalam sektor sejenis.
Namun, jika tidak bisa dibandingkan, maka biasanya PER di bawah 10x akan dianggap baik, dan saham dengan PER di atas 20x akan dianggap mahal oleh rata-rata investor senior.

Price to Book Value (PBV)
Adalah rasio yang menunjukkan penilaian pasar akan valuasi perusahaan dibandingkan terhadap net worth, atau kekayaan bersihnya. Besar kecilnya PBV biasanya akan menjadi indikator sebuah saham overvalued atau undervalued.
Rumus untuk menghitung PBV:
Harga saham : Nilai buku, atau book value, per lembar saham (BV)
Nilai buku atau book value sendiri bisa dihitung dengan membagi total modal perusahaan terhadap jumlah lembar saham yang beredar. Jika PBV setelah dihitung menunjukkan angka 3x, maka itu artinya harga saham sudah tumbuh sebesar 3 kali lipat jika dibandingkan net worth-nya.
Akan lebih baik bagi kamu untuk bisa menemukan saham dengan PBV rendah, karena ini artinya saham tersebut relatif murah atau undervalued. Diharapkan, nantinya dapat berkembang sesuai nilainya sehingga bisa memberimu keuntungan optimal.
Return on Equity (RoE)
Adalah rasio laba bersih terhadap total net worth yang dimiliki, yang biasanya menjadi indikator seberapa efisien operasional sebuah perusahaan dijalankan.
Rumus menghitung RoE:
Laba bersih : Kekayaan bersih
Jika suatu saham setelah dihitung RoE-nya ternyata menunjukkan 10%, maka itu artinya pada setiap Rp100 kekayaan bersih, investor akan mendapatkan laba Rp10.
Kita bisa melihat bagus atau tidaknya RoE dengan 2 cara:
- Membandingkannya dengan perusahaan sejenis dalam sektor yang sama
- Membandingkannya dengan RoE perusahaan itu sendiri dari waktu ke waktu, sehingga terlihat trennya.
Angka Roe dalam analisis fundamental saham dianggap ideal jika lebih dari 10%, dan carilah yang memiliki kecenderungan peningkatan atau pertumbuhan positif dari waktu ke waktu.

Dividend Yield
Adalah rasio analisis fundamental yang memberi gambaran besaran dividen yang dibagikan kepada investor terhadap harga saham di pasaran.
Rumus untuk menghitung Dividend Yield:
Dividen per lembar saham : Harga saham
Jika ada sebuah emiten membagi dividen saham sebesar Rp100, sedangkan harga sahamnya saat ini Rp1.000, maka itu artinya emiten tersebut memiliki dividend yield sebesar 10%. Semakin besar rasio ini akan semakin baik, karena itu artinya perusahaan punya laba yang stabil.
Namun perlu kamu ketahui, bahwa tak semua emiten memberikan dividen. Keputusan diberikannya dividen atau tidak tergantung pada keputusan manajemen dan juga Rapat Umum Pemegang Saham. Sebuah perusahaan bisa saja memutuskan untuk tidak membagi dividen untuk banyak alasan, seperti ketika mereka akan melakukan ekspansi bisnis. Dibagi atau tidaknya dividen tidak mencerminkan bagus tidaknya sebuah perusahaan.
Cukup banyak emiten yang memang ‘pelit’ membagikan dividen, tetapi harga sahamnya terus meningkat secara pesat. Ingat, keuntungan investasi saham tidak hanya datang dari dividen, tetapi juga dari capital gain. Dengan demikian, kamu masih bisa berpeluang mendapatkan keuntungan dari selain dividen.
Debt to Equity Ratio (DER)
Adalah rasio perbandingan jumlah utang dan kewajiban (liabilitas) terhadap modal bersih yang dimiliki.
Rumus menghitung DER:
Total liabilitas : kekayaan bersih (modal sendiri)
Jika nilai DER lebih kecil daripada 1, maka itu artinya utang emiten tersebut lebih sedikit dibandingkan modal bersihnya. Bagaimana jika lebih besar daripada 1? Ya, artinya utangnya lebih besar, yang menjadi indikasi risiko keuangan yang juga lebih besar.
Nah, itu dia 6 rasio keuangan yang mesti diperhatikan, jika kamu hendak melakukan analisis fundamental. Dari 6 rasio ini, kemudian kita bisa memutuskan, saham mana yang layak beli, dan mana yang tidak.
Rumit? Enggak juga kan? Mau belajar analisis fundamental lebih dalam lagi? Karena selain mencermati ke-6 rasio di atas, ada juga loh, faktor lain yang bisa memengaruhi nilai suatu saham. Yuk, belajar bareng Ternak Uang!
Daftar di berbagai academy yang ada di Ternak Uang, pilih topik sesuai kebutuhanmu, mulai dari personal finance, investasi, asuransi, hingga crypto.